Tuesday 14 August 2018

Memasak Ala Manggarai, Flores.

Naskah dan foto dibuat oleh: 
Melky Pantur***),
Selasa (14/8/2018) 
di Ruteng.

[Para ibu-ibu bergotong royong mempersiapkan makanan untuk berpesta]

[Mencincang daging babi menjelang pesta]

Pada saat acara apapun termasuk tiba meka saat digelarnya pesta perkawinan, pihak anak rona pasti sibuk menerima pihak anak wina. Kesibukan tersebut salah satunya mempersiapkan makanan untuk berpesta.

Di Manggarai, Flores, Indonesia, untuk menerima tamu pihak tuan rumah secara pasti mempersiapkan hewan khusus berupa sapi, kerbau, babi bahkan ada yang mempersiapkan anjing, ayam, kuda. 

Yang lazim dipersiapkan adalah babi. 



Lazimnya, sebelum dicincang, para lelaki menyembelih babi tersebut dengan cara yang sederhana. Salah seorang ahli di bidang itu, Marten Jalu sangat pandai dalam menyembelih babi-babi tersebut. Cukup dengan runcing bambu ditusuknya pada bagian sisi dekat lengan kaki depan babi hingga tembus ke jantung. Babi tersebut sebelumnya harus diikat terlebih dahulu. Tentu saja, tanpa harus memotong di lehernya. Cara itu masih kuno karena darah hewan yang disembelih bisa tercecer dan mengenai orang-orang yang ceang (mengurus membersihkan babi tersebut).

Penulis terlibat aktif dalam hal tersebut hingga cuat tuka ela. Bagaimana cara kami mempersiapkan wadah yang baik agar kotoran di dalam perut babi tidak mencemari daging. Dipersiapkanlah dua buah lubang ke dalam tanah. Kami pun mengambil daun pisang, mengambil seng bekas untuk alasannya. Dipersiapkan pula selang air dan cerek. Betapa tidak, sangat tidak perlu mencari kali untuk mengeluarkan kotoran babi tersebut. Bagi Penulis sebuah pengalaman berharga bagaimana proses ceang ela yang tidak rumit. 

Sementara, usus besar dan halus dari babi tersebut setelah kotorannya dibersihkan, para ibu-ibu mencampurinya dengan tahang (kapur sirih) dengan maksud menghilangkan bau kotoran yang ada.

Setelah disembelih, para ibu-ibu mempersiapkan air panas lalu disiram di atas babi yang sudah ditusuk tersebut kemudian mengelupas buluhnya hingga halus oleh parang, pisau dan silet cukur hingga betul-betul bersih.



Tentu saja, para ibu-ibu sudah mulai mempersiapkan bumbu-bumbu dapur, mengelupas hingga menumbuknya sampai halus. Kemudian, para ibu-ibu memetik daun senduduk (ndusuk) untuk dicampur dengan daging tersebut juga daun salam. Darahnya bagus dicampur dengan saung uwu, saung ruteng.

Suatu kelaziman, jika orang Manggarai memasak daging babi itu sudah pasti dicampur dengan saung ndusuk. Hal itu dengan maksud menghindari lemak daging babi tersebut. 


[Ibu-ibu memetik daun senduduk untuk dicapur dengan daging babi, wusak atau lemaknya]




Setelah itu dimulailah proses memasak daging tersebut. Para ibu-ibu kemudian secara bergotong royong mempersiapkannya sementara para bapak-bapak mempersiapkan kemah acara. 








Usai membersihkan hewan untuk disantap saat pesta, para ibu-ibu pun mempersiapkan makanan bagi orang-orang yang memperkerjakannya.







Kebersamaan selalu akan menumbuhkan kebersamaan. Itulah makna dari kehidupan sebagai salah satu wujud konkret dari cinta kasih. Kebersamaan senantiasa membawa berkah.




Terlihat aktivitas gotong royong mempersiapkan terop pernikahan. Mereka pun mempersiapkan panggung pernikahan.  



Setelah melakukan aktivitas menyiapkan kemah dan makanan untuk disantap bersama, maka tibalah saat menerima anak wina pada petang hari.
Awalnya, pihak anak rona mempersiapkan loce tiba meka anak wina dilakukan di depan rumah yang sudah dipersiapkan tikar khusus untuk anak rona. 
Lihat gambar berikut:



Seorang tongka menerima tuak curu simbolis yang diberikan oleh pihak anak rona. Hal itu lazim dilakukan untuk menghargai tamu yang hadir sebagai bentuk awal perjumpaan pada saat itu.



Setelah meka curu (tamu diterima) di depan rumah dengan kendi (robo), mereka pun dipersilahkan masuk ke dalam diantar oleh anak rona mereka pun dipersilakan duduk.


[Om Herman Kiot menerima tamu di kediamannya]



Para anak wina pun dipersilahkan masuk ke dalam rumah untuk membicarakan banyak hal diawali ritual reis.



Acara reis di dalam rumah!







Mamiri anak rona agu anak wina sebelum berbicara dan menyerahkan apa yang mereka berikan!



Tampak ibu-ibu dari anak wina duduk bersama memeriahkan acara dimaksud. Acara ini dilakukan pada malam hari, Kamis (9/10/2018) sebelum besoknya diantarnyalah pengantin Ary dan Noya ke Gereja Paroki Sta. Maria Fatima Cancar, Jumat (10/8/2018). Dari perkawinan mereka maka terjadilah relasi baru di antara kedua keluarga.