Tuesday 21 November 2017

RITUAL PENGAWETAN TALI PUSAT SUKU KASONG UNIK.

Ditulis oleh: Melky Pantur***, 21 November 2017.

Generasi orang Kasong, Kecamatan Ndoso sekarang ini sudah tersebar di beberapa daerah. Persebaran tersebut seperti di Lia - Satar Mese; Raba - Pacar; dan Kuwu - Bea Leba, Desa Bea Nio termasuk di beberapa daerah lainnya. Hal itu terjadi karena hukum kawin mawin.

[Keraeng Maksi Gandur, S.Sos]

Menurut sumber terpercaya, Maksimus Gandur, S.Sos, sekarang (2017) menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Manggarai, Selasa (21/11/2017) di Ruteng mengatakan nenek moyang mereka awalnya tinggal di Kasong. Beberapa generasi pindah ke daerah lain karena alasan kampung mereka mengalami bencana longsor. Atas dasar peristiwa itu, diputuskanlah untuk hijrah ke tempat yang paling nyaman sementara yang lain tetap menetap di Kasong.

Keraeng Maksi pun menuturkan, mereka bertotem (ceki) Paku Mundung. Hanya saja, kata dia, apa sebab musabab sehingga nenek moyang mereka ber-ceki Paku Mundung tersebut. Namun, satu yang harus dilakukan oleh nenek moyang mereka, tiap kali melahirkan bayi, putes (tali pusat) harus digantung di atas pohon yang nama lokalnya sita. Soal totem Paku Mundung, demikian Keraeng Maksi, jangankan dimasak ataupun digoreng termasuk dibuatkan sup, disentuh saja tidak boleh. Hal itupun, kata dia, apa yang menyebabkan semua larangan itu terjadi dan bagaimana persis diharuskan itu ditaati generasi di masa depan karena sangat keras totemnya.

Ritual Pengawetan Tali Pusat.

[Ini yang disebut dengan haju sita - Penulis tengah berpose di bawah pohon sita di Spring Hill Ruteng]

Tidak hanya sekedar digantung begitu saja, tali pusat tersebut harus dicampur dulu dengan rawuk (abu dapur) agar tetap awet. Setelah diawetkan dengan rawuk, tali pusat tersebut dibungkus dengan lungkuk raci (bekas kulit pembungkus buah pohon pinang) lalu diikat dengan wase wunut (tali ijuk).

Sebelum digantung digelarlah ritual kecil dengan mengungkapkan doa-doa adat termasuk beberapa mantra pamungkas. Tali pusat bayi tersebut harus diikat agak ke atas agar tidak mudah terjangkau orang lain.

Menurut salah satu sumber yang ditanyai Penulis (17/11/2017) di Golo Borong, Desa Ladur, Kecamatan Cibal, sita juga termasuk larangan untuk generasi artinya daunnya tidak bisa dijadikan sebagai sayuran bahkan diduga kulit dan akar tidak bisa dijadikan sebagai obat-obatan. Sepengalaman Penulis, daun sita enak untuk di-lomak (sayuran kering dicampur dengan kemiri goreng atau darah daging babi halnya saung haju uwu).

[Ini namanya pohon haju uwu yang lazim dijadikan sebagai bahan pengawet darah binatang - dicampur dengan darah hewan sembelihan]

Keraeng Maksi kembali menuturkan, Eyang orang Kasong dulu menikah dengan Suku Tasok keturunan Keraeng Ben Isidorus termasuk Keraeng Theo Taram.

Dari catatan yang dihimpun Penulis, generasi orang Kasong yang sekarang menetap di pelbagai wilayah terutama di Ruteng, Kecamatan Langke Rembong, yaitu Keraeng Burhan Venansius, Kepala Perdagangan Kabupaten Manggarai dan Keraeng Heribertus Harun, (2017) salah satu Panwaslu Kabupaten Manggarai, NTT. Keturunan perempuan dari Kasong ada pula yang dijadikan sebagai isteri oleh orang Mbe Laing - Sampar, Desa Pong Lale, Kecamatan Ruteng, yaitu Ibu kandung dari Keraeng Wempy Kantur.

-------------
Refrensi tambahan:


[Foto ini saat beliau tengah menjabat sebagai Kasat Pol PP Kabupaten Manggarai - sekarang (2017) Kadis Perdagangan Kabupaten Manggarai, NTT]

[Ralat: mirip keris bukan mirip kering]

Untuk diketahui ireng artinya haram, totem sedangkan wae itu air (water) atau terkadang disebut sebagai mata air. Dengan begitu, wae ireng adalah sebuah mata air tetapi berkhasiat khusus bagi posisi tertentu.

---Dari dua sumber tersebut akan digali lebih dalam oleh Penulis---

Ada tiga hal penting di Kasong.

Kesatu, Loke Nggerang. Asal muasal Loke Nggerang berasal dari Kasong. Kedua, Wae Ireng. Ada mata air di sana namanya Wae Ireng sebagai Wae Barong. Ketika air itu diminum oleh Keturunan Raja, maka orang itu akan meninggal dan jika hendak berpekara terlebih dahulu membuat ritual untuk meminta petunjuk. Ketiga, batu silang. Di depan gerbang Gendang Kasong, ada dua jenis baru bersilang ibarat keris yang bersilang. 

Orang Kasong pada zaman dulu termasuk groupnya Ndoso melawan Bima dan Todo.

No comments:

Post a Comment