Wednesday, 13 December 2017

NAWA.

Ditulis oleh: Melky Pantur,
Kamis pagi 03.49 WITA, Kamis, 14 Desember 2017.

Nawa adalah sebuah ekspresi ketinggian identitas eksistensi seseorang melekat kuat dengan kepribadian dan berhubungan dengan Yang Kuasa. Ekpresi yang paling akrab kerap disandingkan dengan nawa adalah mamur. Mamur dapat dipahami sebagai lupa, amnesia, dapat pula diartikan sebagai lenyap, hilang, musnah. Nawa lebih tepat dimengerti sebagai Yang Ilahi itu sendiri sebagaimana dimengerti dalam teks Biblis: "Tubuh adalah Ba'it Roh Kudus!".

Dalam konteks Hindu, antarkarana adalah sebuah kekuatan seperti asap putih mengkilat bercahaya yang masuk ke dalam ubun-ubun seseorang sebagai energi dasar menggerakkan elemen-elemen otak manusia. Antarkarana adalah reprentasi Ilahi yang kemudian terciptanya refleks dan gerakan-gerakan di mana seseorang dapat berpikir dan tidur. Sedangkan, wera adalah cahaya Ilahi berupa batu sinar putih yang bersarang di ulu hati. Ada ungkapan: Toem weran Keraeng hio! Ungkapan ini amat inspiratif dan mendalam yang mengandung filosofi dasar soal teti nai manusia - bagaimana kehendak seseorang yang juga dipengaruhi oleh gerakan-gerakan spirit. Wera tersebut lebih klop disebutkan sebagai hati nurani. Sedangkan, suara hati adalah kekuatan gerakan yang disampaikan oleh ase ka'e weki dengan mana hal itu tampak dalam ungkapan orang Manggarai toing le ase ka'e weki. Dan untuk menanam rasa respek kepadanya (ase ka'e weki itu) karena dia merupakan pribadi suci yang sulit tampak dengan mata biasa, maka harus dihormati berupa: ritual teing hang ase ka'e weki.

Sebagaimana diketahui, konteks Manggarai, komponen yang melekat dan yang membentuk manusia memiliki beberapa elemen pembentuk, seperti: weki, wakar, nai, nawa, ase ka'e weki dan wera. Berkaitan dengan nama-nama dan ungkapan tersebut, akan dikaji secara detail.

Pertama, weki.

Weki itu berupa tulang, darah dan daging. Ada ungkapan yang paling popular terkait dengan ungkapan weki ini adalah penti weki kut langkas maja tontes mose! Kalau dalam konteks rumah adat, penti weki sebagai raja gaib yang populer diungkapan sebagai pangga pa'ang, nggalu ngaung.

Kedua, wakar.
Ketiga, nai.
Keempat, nawa.
Kelima, ase ka'e weki.
Keemam, wera.

[Tulisan tengah dalam penyusunan]

No comments:

Post a Comment